2. Soto
Pelayan
itu kembali, pastinya dengan membawa soto itu. Pelayan itu membuka tutup saji
dan menghidangkan sotonya. Satu-persatu soto dihidangkan. Ya, hanya ada
semangkuk soto yang berada didepan kami berdua. Aku terdiam. Lalu melihat kearah
ayahku dengan mata terheran-heran itu. Ayah balik menatapku. Ia tertawa. “kamu
tahu ini hari apa nak?” tanya ayah. “bukan nya ini hari minggu ayah ?” kataku
balik bertanya. Ia tertawa. “bukan nak, hari ini adalah hari ulang tahun mu.
Ini hadiah pertama yang ayah berikan saat hari ulang tahun mu. Ini tidak
seberapa. Ayah harap kamu menikmatinya nak”. Benar, 10 April. Hari kelahiranku.
Aku membalas perkataan ayah dengan mengangguk pelan sambil menelan ludah karena
sudah sangat ingin memangsa soto itu. Aku sudah tak sabar ingin menikmati soto
itu. Jebreet .. aku melahap sang
hidangan. Bunyi hisapan bihun yang luar biasa sedapnya, kuah kaldu nya yang
gurih, danging sapi kering yang empuk seketika larut dalam kaldu, dan rasa
bawang yang khas membuat lidah serasa mau copot...pot..pot. soto-nya ludes
terhabiskan. Aku menoleh menatap wajah ayah. OMG..! aku lupa dengan ayah. Ayah tersenyum melihat tingkahku. “ini
buat ayah” kataku sambil menyodorkan mangkuk kosong itu. Ayah tertawa. “nggak
ada yang tersisa lagi nak, itu soto juga untukmu. Hadiahmu nak” kata ayah
sambil mengelus kepalaku dengan telapak tangan kuat dan penuh tanggung jawab
itu. Aku tersenyum. Saat itu, aku melihat ayah sebagai sosok superhero yang ada
di kotak bergambar itu. Orang yang paling kusegani dan kuhormati di dunia ini.
Sosok tegas penuh tanggung jawab yang di pikul pundak dan di genggam oleh
tangan besar itu. Aku merasa aman bersamanya.
Aku ingin
menjadi seperti dirimu, ayah.
Mangsa pun
sudah kulahap. Ayah membawaku pulang kerumah. Dengan motor tuanya, kami kembali
ke persinggahan terakhir. Kembali ke rumah. Sesampai kami dirumah, aku dapat surprise dari ibu dan adikku. Ya, mereka
menyodorkan cake spesial ulang tahun buatan mereka ke depan mukaku. Aku sangat
bahagia sekali. Seperti ingin melompat ke jurang yang tak berdasar. Ini kue
ultah pertamaku. Kue nya sedikit lembek, ada tulisan “selamat ulang tahun putra
kesayanganku” dengan yang kupikir adalah lingakaran , ada gambar hati
disebelahnya. Aku melihatnya. Melihat ada banyak suka-cita dalam proses
terjadinya kue itu.
Ada banyak
cinta dan kasih sayang didalamnya.
Aku
terharu, bahkan menangis. Sejak kecil, aku memang memiliki rasa iba yang
tingkatan level nya luar biasa. Aku memeluk tubuh lembut ibu dengan eratnya.
Adikku Adinda, ikut-ikutan bermain peluk-pelukan denganku. Seperti biasa, ayah mengelus
kepalaku dengan tangannya sambil tertawa kecil. Keluarga kecil yang terasa
sangat besar. Sangat besar kasih sayang didalamnya.
Aku
tergolong anak yang sangat pandai. Aku selalu mendapat peringkat nomero uno sejak masuk sekolah dasar. Tak
pernah sekalipun kecolongan. Namun, sosok diriku yang penyendiri dan pendiam
membuatku tak punya banyak kanti. Mereka
yang ingin berteman denganku mendapat kesulitan karena sifatku ini. Aku
menyadarinya. Namun, alangkah payah untuk merubah sifat sejak lahir itu.
Setidaknya aku memiliki sahabat pena. Satu-satunya teman nan daku miliki saat
itu. Sifat nya berbeda 180 derjat denganku, seperti sudut yang saling bertolak
belakang. Jika daku tenang, dia sungguhlah Lasak.
Jika daku penyendiri, dia sangat friendly.
Jika aku pintar, maka dia ... ? tidak, dia pintar sama sepertiku. Dia kebanggan
sekolah lain. Dalam hal study,
pemikiran kami sama. Hal ini lah, yang membuatku lebih tepatnya membuat dia
bisa menjadi kanti-ku. Bagaimana bisa
dengan pelajaran disekolah yang anak-anak lain pada malas membahasnya, ditambah
sekolah kami yang berbeda dapat membuat kami berteman ? ..
Awal yang
panjang...
continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika berkenan, boleh tinggalkan komentar dibawah. Terima kasih. ^_^