Laman

Sabtu, 14 Februari 2015

Langit dan si kota kecil


2. Soto

Pelayan itu kembali, pastinya dengan membawa soto itu. Pelayan itu membuka tutup saji dan menghidangkan sotonya. Satu-persatu soto dihidangkan. Ya, hanya ada semangkuk soto yang berada didepan kami berdua. Aku terdiam. Lalu melihat kearah ayahku dengan mata terheran-heran itu. Ayah balik menatapku. Ia tertawa. “kamu tahu ini hari apa nak?” tanya ayah. “bukan nya ini hari minggu ayah ?” kataku balik bertanya. Ia tertawa. “bukan nak, hari ini adalah hari ulang tahun mu. Ini hadiah pertama yang ayah berikan saat hari ulang tahun mu. Ini tidak seberapa. Ayah harap kamu menikmatinya nak”. Benar, 10 April. Hari kelahiranku. Aku membalas perkataan ayah dengan mengangguk pelan sambil menelan ludah karena sudah sangat ingin memangsa soto itu. Aku sudah tak sabar ingin menikmati soto itu. Jebreet .. aku melahap sang hidangan. Bunyi hisapan bihun yang luar biasa sedapnya, kuah kaldu nya yang gurih, danging sapi kering yang empuk seketika larut dalam kaldu, dan rasa bawang yang khas membuat lidah serasa mau copot...pot..pot. soto-nya ludes terhabiskan. Aku menoleh menatap wajah ayah. OMG..! aku lupa dengan ayah. Ayah tersenyum melihat tingkahku. “ini buat ayah” kataku sambil menyodorkan mangkuk kosong itu. Ayah tertawa. “nggak ada yang tersisa lagi nak, itu soto juga untukmu. Hadiahmu nak” kata ayah sambil mengelus kepalaku dengan telapak tangan kuat dan penuh tanggung jawab itu. Aku tersenyum. Saat itu, aku melihat ayah sebagai sosok superhero yang ada di kotak bergambar itu. Orang yang paling kusegani dan kuhormati di dunia ini. Sosok tegas penuh tanggung jawab yang di pikul pundak dan di genggam oleh tangan besar itu. Aku merasa aman bersamanya.
Aku ingin menjadi seperti dirimu, ayah.


Mangsa pun sudah kulahap. Ayah membawaku pulang kerumah. Dengan motor tuanya, kami kembali ke persinggahan terakhir. Kembali ke rumah. Sesampai kami dirumah, aku dapat surprise dari ibu dan adikku. Ya, mereka menyodorkan cake spesial ulang tahun buatan mereka ke depan mukaku. Aku sangat bahagia sekali. Seperti ingin melompat ke jurang yang tak berdasar. Ini kue ultah pertamaku. Kue nya sedikit lembek, ada tulisan “selamat ulang tahun putra kesayanganku” dengan yang kupikir adalah lingakaran , ada gambar hati disebelahnya. Aku melihatnya. Melihat ada banyak suka-cita dalam proses terjadinya kue itu.
Ada banyak cinta dan kasih sayang didalamnya.

Aku terharu, bahkan menangis. Sejak kecil, aku memang memiliki rasa iba yang tingkatan level nya luar biasa. Aku memeluk tubuh lembut ibu dengan eratnya. Adikku Adinda, ikut-ikutan bermain peluk-pelukan denganku. Seperti biasa, ayah mengelus kepalaku dengan tangannya sambil tertawa kecil. Keluarga kecil yang terasa sangat besar. Sangat besar kasih sayang didalamnya.

Aku tergolong anak yang sangat pandai. Aku selalu mendapat peringkat nomero uno sejak masuk sekolah dasar. Tak pernah sekalipun kecolongan. Namun, sosok diriku yang penyendiri dan pendiam membuatku tak punya banyak kanti. Mereka yang ingin berteman denganku mendapat kesulitan karena sifatku ini. Aku menyadarinya. Namun, alangkah payah untuk merubah sifat sejak lahir itu. Setidaknya aku memiliki sahabat pena. Satu-satunya teman nan daku miliki saat itu. Sifat nya berbeda 180 derjat denganku, seperti sudut yang saling bertolak belakang. Jika daku tenang, dia sungguhlah Lasak. Jika daku penyendiri, dia sangat friendly. Jika aku pintar, maka dia ... ? tidak, dia pintar sama sepertiku. Dia kebanggan sekolah lain. Dalam hal study, pemikiran kami sama. Hal ini lah, yang membuatku lebih tepatnya membuat dia bisa menjadi kanti-ku. Bagaimana bisa dengan pelajaran disekolah yang anak-anak lain pada malas membahasnya, ditambah sekolah kami yang berbeda dapat membuat kami berteman ? ..
Awal yang panjang...

continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika berkenan, boleh tinggalkan komentar dibawah. Terima kasih. ^_^