Laman

Minggu, 08 Juni 2014

Langit dan si kota kecil

1.      1. Makan Malam

    Malam ini berbeda dari biasanya. Aku duduk di tempat duduk sudut restoran tempat biasa makan malam. “Restaurant kesukaan ku” sembari memandang keluar jendela. Saat itu, aku baru pulang bekerja. Terkadang aku memikirkan sesuatu dan bertanya-tanya akan hujan ini. “Kenapa engkau terlihat begitu sedih, langit”. “Mengapa kau selalu terlihat begitu ingin turun ke kota kecil ini ?”. “Pentingkah kota kecil ini bagimu, langit ?” ah, sudahlah. Kembali dari khayalan ini, aku masih duduk di sudut restoran itu. Beberapa saat, seorang pelayan datang menghampiri. “Mau pesan apa, pak ?” tanya pelayan. “Pesan Soto dan cappuccino nya mbak” jawabku. Lalu,  pelayan itu pergi membawa pesananku. Ah.. Jadi teringat pertama kali pergi ke restoran. Beberapa saat menunggu, akhirnya pesanan makanan pun datang. Pelayan cantik itu tersenyum kepadaku. Aku membalas senyumnya biasa. Pikiranku saat itu, hanya ingin menghabiskan makanan yang telah dihidangkan. Pastinya karena lapar dan  terlebih telah  menunggu sekian lama. Hujan masih belum reda. Aku hanya sendirian saja makan malam saat itu.
Pertama kali ke restoran, tak pernah sebiasa ini dengan suasana nya. Lampu-lampu yang berkilauan, Benda hias yang berkilauan, sepatu pelayan yang berkilauan, dan gigi emas bos restoran yang berkilauan. Ah..itu hanya khayalan. Dengan motor tua-nya, ayah mengajak aku pergi ke restoran kesukaannya untuk makan bersama. Masih ingat di benak-ku nama restoran orang padang orang-orang memanggilnya Sobirin itu. Iya, namanya  “Minang Soto”.